Selasa, 03 Desember 2013

Contoh Inovasi

PEMBELAJARAN INOVATIF BERBASIS VCT (VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE/TEKNIK PENGUNGKAPAN NILAI) UNTUK MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)

Oleh
**Hermi Yanzi
Melalui pembelajaran PKn minimal terdapat tiga hal yang akan dan harus dikembangkan oleh guru, yaitu kecerdasan warganegara (civic intelligence), tanggungjawab warganegara (civic responsibility) dan partisifasi warganegara (civic Partisipation). Untuk mengembangkan ketiga hal tersebut, tentu anda harus mahir menggunakan berbagai metode, media dan evaluasi pembelajaran (khususnya PKn).
Kemampuan anda dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa baik keberhasilan aspek kognitif, maupun keberhasilan aspek afektif dan aspek psikomotor. Ketidaktepatan memilih dan menggunakan metode pembelajaran akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya untuk mengembangkan sikap disiplin, anda tidak cukup hanya menggunakan metode ceramah murni, tetapi perlu divariasikan dengan metode yang dapat mengungkapkan nilai, seperti analisis nilai, simulasi, permainan dan percontohan.
Perlu diketahui bahwa salah satu ciri paradigma baru pembelajaran PKn adalah tidak lagi  menekankan  pada mengajar tentang PKn, tetapi lebih berorientasi pada membelajarkan PKn atau upaya-upaya guru untuk ber-PKn. Oleh karena itu dalam pembelajaran PKn, siswa dibina untuk membiasakan atau melakoni isi pesan materi PKn. Agar tujuan dapat berjalan dengan baik maka anda sebagai guru PKn hendaknya menjadi teladan dalam ber-PKn dengan menunjukkan contoh prilaku yang diharapkan ditiru dan dilaksanakan siswa dalam kehidupan disekolah dan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran PKn penggunaan berbagai macam model pembelajaran yang tersedia, tentu saja harus disesuaikan dengan karakteristik tujuan pembelajaran, karakteristik materi, situasi dan lingkungan belajar siswa, tingkat perkembangan dan kemampuan belajar siswa, waktu dan kebutuhan belajar bagi siswa itu sendiri. Dalam PKn dikenal suatu model pembelajaran yaitu, VCT. Menurut A. Kosasih Djahiri (1985) model pembelajaran VCT meliputi; metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan; wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga dengan metode bermain peran. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn, karena mata pelajaran PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa, disamping membina kecerdasan (knowledge) siswa.
Mengapa perlu pembelajaran VCT
Pola pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral;  kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan  menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
Langkah-langkah pembelajaran
1.Membuat/mencari media stimulus. Berupa contoh keadaan/perbuatan yang memuat  nilai-nilai kontras yang disesuaikan dengan topik atau tema target pembelajaran. Dengan persyaratan hendaknya mampu merangsang, melibatkan dan mengembangkan potensi afektual siswa, terjangkau dengan tingkat berpikir siswa. Misalnya contoh peristiwa “Tabrak Lari”
2.Kegiatan pembelajaran. Pertama, guru melontarkan stimulus dengan cara membaca/menampilkan cerita atau menampilkan gambar, kegiatan ini dapat dilakukan oleh guru sendiri atau meminta bantuan kepada siswa lain. Kedua, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdialog sendiri atau sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi. Ketiga, melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan yang telah disusun oleh guru yang berhubungan dengan stimulus tadi, baik secara individual maupun berkelompok. Keempat, menentukan argumen atau pendirian melalui pertanyaan guru baik secara individual maupun berkelompok. Kelima, pembahasan atau pembuktian argumen. Keenam penyimpulan
A.Persiapan
Pertama, menyusun RPP sesuai dengan pokok bahasan. Dalam kesempatan ini diambil contoh materi kedisiplinan. Kedua, menetapkan bagian mana dari materi kedisiplinan yang akan disajikan melalui analisis nilai, materi dapat dipilah seperti; kedisiplinan dirumah, sekolah maupun di jalan raya. Ketiga, menyusun skenario pembelajaran sehingga jelas langkah-langkah pembelajarannya. Keempat, menyiapkan media stimulus untuk ber-VCT seperti cerita, guntingan koran atau memutar video. Kelima, menyiapkan lembar kerja yang berisi panduan terperinci bagi siswa dalam ber-VCT.
B.Pelaksanaan
Pertama, setelah membuka pelajaran, dijelaskan kepada siswa bahwa mereka akan ber-VCT. Kedua, pelontaran stimulus oleh guru atau siswa yang telah di rancang sedemikian rupa. Ketiga, guru memperhatikan aksi dan reaksi spontan siswa terhadap stimulus yang diberikan. Keempat, melaksankan dialog terpimpin melalui perntanyaan guru baik secara individual, kelompok maupun secara klasikal. Kelima, menentukan argumen  dan klarifikasi pendirian. Keenam, pembahasan/pembuktian argumen. Pada tahap ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep yang sesuai dengan materi. Ketujuh, penyimpulan yang dapat berupa bagan intisari metari.
Kesimpulan
Dengan model pembelajaran VCT, akan mudah mengungkap sikap, nilai dan moral siswa terhadap suatu kasus yang disajikan oleh guru. Tentu saja harus dibekali dengan kemampuan guru dalam menguasai keterampilan dan teknik dasar mengajar dengan baik. Sikap demokratis, ramah, hangat dan nuansa kekeluargaan yang akrab diperlukan, sehingga siswa berani berpendapat dan beda pendapat dengan guru maupun dengan siswa lain. Sedangkan untuk evaluasi anda dapat melakukan evalusi proses dan evaluasi hasil belajar. Pada evaluasi proses dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan jalannya diskusi, sikap dan aktivitas siswa maupun proses pembelajaran secara menyeluruh dan evaluasi hasil dapat dilihat dari hasil tes. Jangan lupa memberikan pujian kepada siswa yang mampu berpendapat sekalipun kepada siswa yang berpendapat belum lengkap secara variatif.
Referensi
A. Kosasih Djahiri (1987). Pengajaran Studi Sosial/IPS, Dasar-dasar metodologi model belajar mengajar ilmu pengetahuan sosial. Bandung: LPPP-Ips IKIP Bandung
A. Kosasih Djahiri (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: PMPKN FPIPS IKIP Bandung.
Udin S. Winataputra, dkk. 2006. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Universitas Terbuka. Jakarta.


Proposal Inovasi Pembelajaran



PROPOSAL INOVASI PEMBELAJARAN

“ROMBENG” (ROMBONG DONGENG) : Metode Meningkatkan Minat Baca Anak Usia Sekolah Usia 3,5-6 Tahun

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Difusi Inovasi
Yang dibina oleh Ibu Endang Sri Redjeki


Disusun Oleh:
Hawwin Fahmi Ramadhan                    120141411488
Kapit Tatak Aprianto                             120141411499
M. Arif Irwanto                                     120141411491
Muhammad Shivana Ridho                   120141411490
Poppy Trisnayanti Puspitasari                120141400970
Shobri Firman Susanto                          120141411489
Wiwin Januaris                                      120141411501


Description: um



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
2013


“ROMBENG” (ROMBONG DONGENG) : Metode Meningkatkan Minat Baca Anak Usia Sekolah Usia 3,5-6 Tahun

RINGKASAN
Pendidikan sering diartikan sebagian besar masyarakat sebagai proses untuk meningkatkan potensi peserta didik yang dilakukan oleh anak usia sekolah didalam lingkup persekolahan itu sendiri. Padahal pada kenyataannya, seseorang menghabiskan waktu disekolah tidak lebih lama daripada geliat kegiatan yang lebih banyak menghabiskan waktu diluar sistem persekolahan.
Keberadaan perpustakaan sebagai sarana meningkatkan minat baca anak usia 3 hingga 6 tahun dirasa sangat penting, akan tetapi keberadaan perpustakaan seringkali tidak menjangkau berbagai daerah yang dirasa kurang strategis. Adanya perpustakaan keliling menggunakan tenaga kendaraan bermotor akan sangat membantu dorongan meningkatkan minat baca. Hal tersebut tidak mungkin berdiri sendiri, mesti ada hal lain yang mampu menarik dan mendukung agar peminat perpustakaan keliling menjadi makin banyak yaitu dengan metode dongeng oleh fasilitator perpustakaan dan juga antar sasaran agar persepsi bahwa membawa adalah satu hal yang membosankan dapat terhapus dan minat baca anak usia 3,5 hingga 6 tahun dapat meningkat.

Kata Kunci: Dongeng, kereta kelinci,minat baca


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Pendidikan sering diartikan sebagian besar masyarakat sebagai proses untuk meningkatkan potensi peserta didik yang dilakukan oleh anak usia sekolah didalam lingkup persekolahan itu sendiri. Padahal pada kenyataannya, seseorang menghabiskan waktu disekolah tidak lebih lama daripada geliat kegiatan yang lebih banyak menghabiskan waktu diluar sistem persekolahan. Dari sinilah mestinya terjadi perubahan paradigma mengenai arti pendidikan sesungguhnya, dimana pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan potensi peserta didik yang tidak hanya berlangsung di dalam sistem persekolahan tapi juga didalam lingkup keluarga dan juga masyarakat yang sering diistilahkan sebagai informal dan non formal.
Coombs (1973) membedakan pengertian tiga jenis pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya kegiatan studi yang berorientasi akademis umum, program spesialisasi, dan latihan profesional, yang dilaksanakan dalam jangka waktu yang terus menerus.
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari- hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.
Pendidikan non formal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yanglebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan belajarnya.[1]
Dari penggolongan yang telah disebutkan oleh Coombs, terlihat jelas bahwa pendidikan formal cenderung baku dan kaku, berorientasi pada akademis umum yang kadang tidak bersesuaian dengan apa yang ada di masa kini dan tentunya dibatasi pula oleh usia karena proses penjenjangan yang baku. Sedangkan pendidikan informal dan non formal cenderung fleksibel, tidak dibatasi usia atau penjenjangan tertentu, bisa dilaksanakan sepanjang hayat atau seumur hidup, ilmu yang didapat pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan dapat dilaksanakan dimana saja dan juga kapan saja. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya proses pendidikan dapat pula ditekankan dalam pendidikan informal dan non formal karena sesungguhnya sesorang memang hanya menghabiskan tidak banyak waktu di dalam lingkup pendidikan formal.
Di sebutkan lagi oleh Coombs bahwa pendidikan informal salah satunya melalui media perpustakaan. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak semua masyarakat mampu mengakses perpustakaan. Hal ini dikarenakan, biasanya pengadaan perpustakaan baik oleh negara maupun oleh swasta biasanya hanya berada di pusat keramaian kota. Tidak meratanya akses perpustakaan ini lah yang menjadi salah satu faktor tidak meratanya minat baca pada anak khususnya yang berusia antara 3,5 hingga 6 tahun. Mestinya ada suatu program khusus yang mampu menyediakan fasilitas setara perpustakaan yang juga menjangkau berbagai wilayah yang kurang strategis atau jauh dari pusat keramaian. Untuk mewujudkan ide tersebut, kendaraan bermotor  yang di lengkapi sebuah bak berisi berbagai macam buku dirasa sangat pas dalam penerapannya. Paket kendaraan bermotor yang di lengkapi bak berisi buku ini tidak berdiri sendiri. Agar menarik minat sasaran, paket tersebut akan di lengkapi dengan metode dongeng. Metode dongeng tidak hanya di lakukan oleh fasilitator akan tetapijuga oleh sasaran itu sendiri terhadap sesama sasaran atau dongeng sebaya.
1.2              Manfaat
1      Memberi wadah pada tenaga penggerak yang memiliki kesadaran sosial tinggi kaitannya dengan peningkatan minat baca.
2      Meningkatnya kesadaran masyarakat atas pentingnya meningkatkan minat baca.
3      Meningkatkan minat baca anak usia 3,5 hingga 6 tahun.


BAB II
PEMBAHASAN
2.2       Spesifikasi
Rombeng (Rombong Dongeng) ini menggunakan kereta kelinci dan di dalam kereta menyediakan beragam buku cerita atau dongeng bagi anak-anak
            Pembiayaan:
No
Jenis Pengeluaran 
Biaya (Rp)
1.
Pembelian 1 unit kereta kelinci
Rp. 10.000.000
2.
Peralatan penunjang pendongeng (Boneka model, kotak setting sandiwara boneka)
Rp.      500.000
3.
Administrasi, publikasi, seminar, laporan.

Rp.   1.000.000

Total Biaya
Rp. 11.500.000

2.3       Cara Kerja
a.    Metode Pelaksanaan
1.    Sosialisasi terhadap perangkat desa dan masyarakat.
Sosialisasi dan mengurus perijinan adanya program terhadap perangkat desa. Kemudian sosialisasi program terhadap masyarakat melalui lembaga pendidikan, organisasi sosial dan keagamaan yaitu: Karang Taruna, PKK, Pengajian, TPQ, Taman Kanak- Kanak.
2.    Bekerja sama dengan organisasi Penyala Indonesia.
Merupakan cabang dari gerakan Indonesia Mengajar yang bergerak dalam bidang pengumpulan buku sekaligus pendistribusian buku- buku tersebut ke berbagaitempat yang memang di bidik dan di anggap membutuhkan. Kerjasama disini, di pergunakan agar program dapat berjalan lebih mudah dengan mendapat sokongan dari pendistribusi buku yang telah terpercaya.
3.    Bekerja sama dengan lembaga pendidikan, organisasi sosial maupun keagamaan masyarakat setempat.
Bekerja sama dengan Karang Taruna, PKK, Pengajian, TPQ, Taman Kanak- Kanak yang ada dalam lingkungan masyarakat setempat kaitannya dengan sosialisasi juga pengimpunan tenaga dan juga penghimpunan bahan- bahan yang di butuhkan dalam program.       

2.4       Kelebihan dan Kelebihan
            a. Kelebihan
·           Lebih menarik karena menggunakan media yang di sukai anak-anak yaitu kereta kelinci dan alat bantu dongeng seperti boneka tangan, buku dongeng/cerita bergambar dan boneka jari.
            b. Kelemahan
·           Pembiayaan lebih besar
·           Membutuhkan bahan bakar kendaraan, jika sewaktu-waktu bahan bakar kereta kelinci habis maka ROMBENG tidak dapat menjangkau sasaran.

·            

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adanya inovasi pembelajaran “ROMBENG” Rombong Dongeng sangat bermanfaat.. Luaran yang diharapkan dari pelaksanaan program ini adalah adanya kesadaran masyarakat terhadap perubahan sosial dan pentingnya ilmu pengetahuan kaitannya dalam peningkatan minat baca anak usia 3,5 hingga 6 tahun. Kemudian, terjadi peningkatan minat baca untuk anak usia 3,5 hingga 6 tahun.





LAMPIRAN
Description: H:\Pict0003.JPG


[1] Sudjana, Pendidikan Nonformal, Bandung Widya Padjajaran 2010, hlm 22